Campursari Blitarian. Blog ini dibangun untuk berbagi ilmu, berita sekaligus ajang sambung rasa mengenai dunia musik campursari. Blog ini kami persembahkan kepada para pecinta musik campursari di seluruh dunia, untuk yang tua dan yang muda. Mari kita angkat nilai dan pamor musik campursari di mata dunia.

Jumat, 25 April 2014

Sindir Tuban: Bergeser Menepi oleh Dangdut dan Campursari

Tuban.maiwanews– Popularitas musik dangdut koplo dan elektone campursari berdampak negatif terhadap seni sindir. Kondisi ini tentu juga berdampak kurang bagus bagi para sindir, seniman sindir. Selain Nganjuk, Tuban, Jawa Timur,  termasuk daerah yang seni sindirnya tumbuh dan berkembang.
Di Kota Tuak ini, sebutan lain untuk Kota Tuban, sindir cukup memasyarakat. Tak jarang seni tradisional itu ditampilkan, terutama di acara warga saat punya jahat pernikahan atau khitanan.
Sebagai seniman sindir, para sindir pun diidolakan. Mereka memiliki penggemar masing-masing. Namun, akhir-akhir ini keberadaan sindir tak semoncer dulu. Sindir saat ini hanya bisa eksis di wilayah pinggiran. Itu pun, di momen-momen tertentu, seperti sedekah bumi.
“Saat ini orang kalau punya hajat lebih suka nanggap dangdut koplo atau elekton daripada sindir,” kata Wantikahi, seorang sindir asal Desa Wolutengah, Kecamatan Kerek, Tuban.

Memang, kalangan muda Tuban, terutama yang di kota , saat ini tak banyak yang mengenal sindir. Mereka lebih mengenal penyanyi dangdut, meski berasal dari luar Tuban dan belum menasional.
Faktor lain penyebab terus menurunnya popularitas sindir adalah keberadaan sindir yang sering diidentikkan dengan wanita penggoda. Image negatif ini sering dijadikan alasan untuk mendeskreditkan para sindir, sehingga kian “dijauhi” penggemarnya.
“Alasan seperti itu saya kira tidak mengandung kebenaran. Kalau dibandingkan dengan goyangan penyanyi dangdut saat ini, para sindir sebenarnya tidak ada apa-apanya. Tapi nyatanya justru dangdut yang lebih populer,” tukas Wantikah..
Itulah  realitas yang harus dihadapi para sindir. Bahkan, diduga karena image negatif itu pula kebanyakan sindir gagal mempertahankan biduk rumah tangganya. Menurut Yuni, sebagian besar sindir memulai karirnya di saat masih lajang.
Setelah menikah -saat sudah menjadi sindir, biasanya permasalahan keluarga muncul. Kebanyakan, permasalahan ini muncul karena sang suami kemudian tidak bisa menerima atau mengerti profesi isterinya sebagai sindir. Ujung-ujungnya, mereka ke Pengadilan Agama untuk memproses perceraian.
“Faktor penyebab perceraian tersebut tak lain rasa cemburu buta (suami) yang berlebihan,” ujar sindir yang masuk kategori termahal di Tuban ini. .
Karena kesan negatif itulah, sindir dan sindir kian tak dikenal. Buntutnya, sindir dan para pangrawit (penabuh gamelan) tak bisa lagi hanya menggantungkan hidup (pendapatan) dari kesenian itu.
Namun, bagi Yuni, sindir tetap dunianya. Karena itu, meski memahami bahwa hambatan yang dihadapi semakin berat, dia bertekad akan terus menekuni dunianya itu. Bahkan, dulu dia rela meninggalkan sekolah hanya sampai kelas dua SMA demi menekuni dunianya itu.
“Seni itu indah. Tak pantas dinodai dengan kepentingan pribadi atau golongan. Apalagi, hanya untuk kepentingan sesaat. Kalaupun ada noda, itu sepenuhnya karena faktor orang per orangnya, bukan pada seninya,” katanya.


Sumber: http://berita.maiwanews.com/isu-dugaan-ijazah-ilegal-bergulir-di-blok-cepu-34132.html




Tidak ada komentar:

Posting Komentar