Campursari Blitarian. Blog ini dibangun untuk berbagi ilmu, berita sekaligus ajang sambung rasa mengenai dunia musik campursari. Blog ini kami persembahkan kepada para pecinta musik campursari di seluruh dunia, untuk yang tua dan yang muda. Mari kita angkat nilai dan pamor musik campursari di mata dunia.

Sabtu, 10 Mei 2014

Campursari Guyon Maton Tampil di Anjungan Jawa Tengah TMII

JAKARTA – Kantor Perwakilan Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu SKPD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, yang mempunyai fungsi diantaranya Pengelolaan Anjungan Jawa Tengah, Fasilitasi Informasi dan Promosi di Jakarta, Pengelolaan Wisma Pemda Jawa Tengah.
Kegiatan Pentas Duta Seni ini menjadi Sarana Promosi Pariwisata serta Produk Unggulan, mengenalkan potensi wisata dan budaya kepada masyarakat, Daerah untuk dikembangkan menjadi Industri kreatif yang potensial berdaya guna dan berhasil guna.
Pentas Duta Seni di Anjungan Jawa Tengah Taman Mini “Indonesia Indah” pada hari Minggu, 6 April 2014 adalah giliran Kabupaten Boyolali, kali ini menampilkan Campursari Guyon Maton dari Group Campursari “Tombo Ati” Desa Glonggong, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali. Group Campursari ini adalah binaan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Boyolali yang dipimpin Drs. Mulyono Santoso, M.Si. selaku Kepala Dinas.
Drs. Koesdarminto, M.M. selaku Kepala kantor Perwakilan Provinsi Jawa Tengah mengungkapkan bahwa besuk tanggal 21 dan 22 Juni 2014 di Anjungan Jawa Tengah TMII diselenggarakan Lomba Makanan Khas, Pameran Produk Unggulan dan Potensi Daerah Jawa Tengah, mohon partisipasi dari Pemerintah Kabupaten / Kota se Jawa Tengah untuk menyukseskan kegiatan tersebut.
Selain menggelar Pentas seni di tempat ini pula digelar pameran produk unggulan dari Kabupaten Boyolali seperti Batik, Keripik Paru Sapi, Marning aneka rasa, Keripik Ceker, Kripik Belut, Abon Sapi dan Souvenir khas Boyolali.
Acara ini sangat banyak sekali di kunjungi oleh para pengunjung Taman Mini “Indonesia Indah” dan juga dari Paguyuban Keluarga Besar Boyolali di Jabodetabek, Komunitas Perantau Boyolali (KOPERBOY) yang menyempatkan hadir dalam acara duta seni dari Kabupaten Boyolali sehingga Anjungan Jawa Tengah padat dan meriah.
Dalam kesempatan ini hadir pula Kepala Bidang Nilai Budaya Seni dan Film Dinbudpar Provinsi Jawa Tengah Drs. Budiyanto, S.H., M.Hum. mewakili Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah.
Kegiatan ini juga didukung penuh Paguyuban Keluarga Besar Boyolali di Jabodetabek diketuai Bapak DR. H. Suwandi, AP, S.E., M.M., M.Si. dan Paguyuban Jawa Tengah di Jabodetabek.
Sumber: http://www.jatengprov.go.id/id/berita-skpd/campursari-guyon-maton-tampil-di-anjungan-jawa-tengah-tmii


Jumat, 25 April 2014

Musik Campursari Antara Pelestarian dan Perusakan Budaya

Oleh: Heri Yonathan Susanto
Musik campursari dalam 20 tahun terakhir ini berkembang dengan pesat. Hampir di setiap kampung bahkan beberapa lembaga baik pemerintah maupun swasta kita jumpai kelompok musik jenis ini. Tidak hanya di Yogyakarta dan Jawa Tengah saja tetapi di Banyuwangi Jawa Timur yang menggabungkan musik etnik tanah Osing dengan musik diatonis dan fenomena perkembangan musik campursari ini merebak sampai seluruh daerah di Banyuwangi. Musik campursari menjadi salah satu jenis musik komersial yang digemari oleh masyarakat dari berbagai golongan sosial ekonomi dan dijumpai dalam berbagai macam acara seperti pesta pernikahan, promosi wisata, perayaan hari-hari besar, dan lain-lain.
Sumber: http://p4tksb-jogja.com/index.php?option=com_content&view=article&id=292:musik-campursari-antara-pelestarian-dan-perusakan-budaya&catid=70:umum&Itemid=192

Musik dalam Perspektif dan Perjalanan Kebudayaan

kebudayaanOleh: F. Dhanang Guritno
Perjalanan panjang kehidupan manusia hingga saat ini telah melalui berbagai macam zaman, melewati berbagai macam peradaban, dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Melalui peninggalan-peninggalan yang berupa artefak, manuskrip, prasasti dan lain-lain manusia dapat menelusuri peristiwa kehidupan sebelumnya. Dari berbagai perjalanan kehidupan manusia itulah diketahui bahwa manusia mempunyai kebiasaan-kebiasaan, tradisi-tradisi, peradaban, dan kebudayaan yang tercatat dalam sejarah.
Kebudayaan dari berbagai bangsa di dunia, hingga kini masih berlangsung dan masih terus berkembang. Inti dari kebudayaan adalah hasil cipta rasa dan karsa manusia yang lahir dalam suatu kelompok untuk memenuhi kebutuhannya. Bentuk kebudayaan ada berbagai macam, diantaranya adat istiadat, Religi atau Agama, Komunikasi, Ilmu pengetahuan, Kesenian, dan lain-lain.
Download Artikel Lengkap disini : Musik dalam Perspektif dan Perjalanan Kebudayaan

Sumber: http://p4tksb-jogja.com/index.php?option=com_content&view=article&id=357:musik-dalam-perspektif-dan-perjalanan-kebudayaan-&catid=69:seni&Itemid=192



Gamelan dan Musik Campursari Ditinjau dari Tangga Nadanya

gamelanGamelan merupakan jenis musik asli bangsa Indonesia, khususnya budaya tradisional Jawa. Peran serta keberadaanya sangat dekat dengan masyarakatnya melalui berbagai pertunjukan kesenian tradisional. Hampir setiap kesenian tradisional Jawa melibatkan atau menggunakan jenis musik ini sebagai iringannya, seperti ketoprak, wayang (baik wayang kulit maupun wayang orang), karawitan, jathilan (walau hanya beberapa saja alat musik gamelan yang dipakai), dan kesenian tradisional Jawa yang lain. Dengan berbagai karakter serta keunikannya menjadikan jenis musik ini sangat terkenal di seluruh dunia dan digandrungi oleh berbagai bangsa di dunia ini. Sejalan dengan itu, disatu sisi ironisnya, banyak orang dari bangsa kita sendiri, khususnya generasi muda, tidak menyukai dan bahkan tidak mengenal musik gamelan yang merupakan musik asli bangsanya sendiri. Mereka lebih merasa akrab/ dekat dan cocok dengan musik barat yang dinilai lebih pas untuk anak muda. Sehingga kebanyakan penggemar musik gamelan adalah usia menengah keatas. Kalau hal ini terus terjadi lama-kelamaan bangsa kita akan kehilangan musiknya yang begitu adiluhung dan membanggakan itu. Bukan tidak mungkin bangsa lainlah yang akan memiliki ataupun mengeksperti tentang kesenian yang satu ini.

Download Artikel Lengkap : Gamelan dan Musik Campursari Ditinjau dari Tangga Nadanya

Sumber: http://p4tksb-jogja.com/index.php?option=com_content&view=article&id=335:gamelan-dan-musik-campursari-ditinjau-dari-tangganadanya&catid=69:seni&Itemid=192


Sosmas PLPBK, dari Ledang, Pentas Seni hingga Campursari



Lega rasanya ketika malam tadi, Rabu, 29 Januari 2014, kegiatan Sosialisasi Massal (Sosmas) Program Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas (PLPBK) di Desa Kendalrejo, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar berjalan dengan sukses sesuai harapan. Sebab sebelumnya, mulai sore hari hingga acara akan dimulai, hujan deras terus turun. Sehingga, muncul kekhawatiran panitia bahwa acara Sosmas hanya dihadiri oleh sedikit undangan.
Namun, Alhamdulillah, berkat doa dari banyak orang, setengah jam sebelum acara dimulai, cuaca sudah mulai terang. Tamu undangan pun mulai berdatangan. Bapak-bapak, ibu-ibu, kakek-kakek, nenek-nenek, bahkan anak-anak dan balita ikut datang ke halaman TK Dharma Wanita—yang berada di kawasan prioritas PLPBK. Semuanya hendak mengikuti acara Sosmas PLPBK PNPM Mandiri Perkotaan.
Spanduk pemberitahuan Sosmas
Kegiatan Sosmas dilaksanakan dengan menampilkan hiburan pentas seni dan campursari. Mengusung tema “Dengan PLPBK mewujudkan Desa Kendalrejo kawasan yang tertata rapi, sehat dan asri”. Kegiatan ini mampu memberikan hiburan tersendiri bagi masyarakat Desa Kendalrejo, terutama masyarakat miskin yang berada di lokasi kawasan PLPBK.
“Warga pasti akan senang jika pada saat sosialisasi nanti ditampilkan kegiatan pentas seni dan campursari,” begitu kata Koordinator BKM Mandiri Desa Kendalrejo Subiantoro. Menurutnya, sudah lama sekali masyarakat haus hiburan. “Apalagi kalau nanti pentas seni dan campursari dilaksanakan di kawasan PLPBK, pasti masyarakat akan terhibur,” lanjut Subiantoro.
Benar apa yang disampaikan oleh Koordinator BKM itu. Yang penting adalah memberikan hiburan kepada masyarakat. Baru setelah itu disentuh hati mereka agar ikut peduli dan berpartisipasi dalam kegiatan PLPBK nantinya.
Ada sesuatu yang menarik atas keberhasilan pelaksanaan Sosmas tersebut. Pertama, kegiatan Sosmas PLPBK sendiri dikemas dalam sebuah acara pentas seni dan campursari yang merupakan kesenian merakyat dan bisa dinikmati oleh semua lapisan masyarakat tanpa harus mengeluarkan biaya. Ini dapat dilihat saat berlangsungnya acara. Banyak penonton datang, dan kebanyakan dari mereka adalah warga miskin sekitar.
Pasar dadakan di lokasi SosmasPenonton menikmati hiburan Campursari 
Kedua, dengan kemasan pentas seni dan campusari muncul “pasar dadakan”. Di sepanjang jalan banyak pedagang kaki lima yang berjualan, dan tentunya bisa memberikan keuntungan buat mereka.
Ketiga, kegiatan pentas seni ternyata mampu memunculkan bakat-bakat terpendam dari anak-anak yang ada di Desa Kendalrejo untuk unjuk kebolehan mereka dengan tampil di atas panggung dan ditonton oleh banyak orang.
Jalannya pelaksanaan pentas seni dan campursari diawali dengan Tarian Remo yang dibawakan oleh Dhea Choirun Nisa’, seorang anak kelas 4 SD yang sekaligus menjadi acara pembuka kegiatan Sosmas PLPBK. Selain Tari Remo, ada juga partisipasi dari TK Dharma Wanita Kendalrejo, yang menampilkan anak didiknya dengan Tari Rebana.
Partisipasi lainnya dari TK Tunas Harapan Desa Kendalrejo juga menampilkan anak didiknya dengan menarikan Tarian Payung. Ada juga Tari Candi Ayu yang dibawakan oleh dua bersaudara Dhea dan Cindy. Dan, yang tak kalah menariknya adalah penampilan Abel, bocah kelas 3 SD dengan suara emasnya yang mempu menghipnotis penonton saat menyanyikan lagu “Permata Hati”.
Abel penyanyi cilik dengan lagu
“Permata Hati”
Undangan Sosmas yg didominasi
kaum perempuan 
Benar-benar hiburan merakyat yang bisa memberikan semangat bagi warga untuk ikut mendukung program PLPBK. Selain pentas seni, penonton juga dihibur dengan orkes campursari, dimana lagu-lagu yang dibawakan oleh sang biduan sudah terasa akrab di telinga penonton. Apalagi saat lagu “Kereta Malam” didendangkan, hampir semua penonton ikut menyanyi, sehingga suasana terasa gembira dan meriah.
Tentunya jalannya kegiatan malam itu tidak hanya berisi hiburan semata. Ada satu pesan yang ingin disampaikan dalam Sosmas, yaitu bagaimana menyentuh hati masyarakat agar mereka ikut peduli dan berpartisipasi dalam kegiatan PLPBK.
Melalui Beberapa sambutan yang disampaikan oleh perangkat desa Sulaiman, Sekretaris Camat (Sekcam) Sudarwoko dan Korkot 04 PNPM Kabupaten Blitar Elok Elita mengajak masyarakat ikut mendukung pelaksanaan program PLPBK, dan menjadikan kawasan lingkungan agar terlihat bersih tertata rapi, sesuai dengan tujuan PLPBK sendiri. Yakni, mewujudkan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin melalui penataan lingkungan permukiman yang teratur aman dan sehat.
Pada acara inti kegiatan sosialisasi melalui tampilan slide berjalan dalam bentuk video, Koordinator BKM Mandiri menyampaikan kepada yang hadir tentang program PLPBK, tujuan dari kegiatan PLPBK, serta rencana kegiatan yang akan dibangun di kawasan PLPBK. Termasuk di dalamnya kerelaan dan kesiapan masyarakat seandainya diminta mengorbankan tanaman, pohon kelapa, tanah, dan lain-lain guna mendukung penataan lingkungan pada saat pelaksanaan kegiatan PLPBK.
Melihat lebih dekat dalam pelaksanaan Sosmas PLPBK, ada juga satu sosok yang boleh dikatakan menjadi kunci keberhasilan Sosmas PLPBK malam itu. Siapa lagi kalau bukan Endang, yang didaulat menjadi pembawa acara sekaligus MC. Dengan kepiawaiannya, ia mampu mengajak penonton maupun undangan untuk tetap semangat mengikuti acara dan selalu mendukung kegiatan PLPBK di desanya. Dan ia juga mewanti-wanti penonton untuk tidak meninggalkan tempat sampai acara selesai, karena akan ada puluhan door prize yang diberikan oleh panitia kepada penonton dengan cara diundi.
Satu kalimat yang sering diulang oleh beliau pada saat memandu acara adalah menyampaikan visi PLPBK “Berusaha mewujudkan Desa Kendalrejo menjadi kawasan yang tertata rapi, sehat dan asri” kepada penonton. Kalimat ini sering diucapkan agar penonton selalu teringat maksud dari kegiatan PLPBK, serta mampu mengubah perilaku pada akhirnya. MC juga selalu mengajak penonton untuk bersama-sama mengucapkan yel-yel PLPBK, “Ayo Peduli. Ayo Partisipasi. Ayo Bersih.” Bak gayung bersambut, ratusan penonton pun bersama-sama mengucapkan yel-yel tersebut dengan penuh semangat.
Endang, MC yang berhasil memikat
penonton dengan gayanya
Endang mengajak penonton
ber-yel yel PLPBK
Seperti sebuah kiasan “tidak ada asap jika tidak ada api”, begitu pula dengan kemeriahan dan keberhasilan pelaksanaan Sosmas PLPBK. Semua tidak akan berjalan lancar, bahkan dapat dikatakan tidak berhasil, jika tidak ada kerjasama antara panitia, pemerintah desa dan warga sekitar. Namun, yang paling memberi kesan adalah adanya cara untuk menarik massa dengan cara membawa mobil bak terbuka yang dipasangi pengeras suara dan menyampaikan pengumuman kepada khalayak dengan cara berputar-putar (ledang) di sekitar desa, bahkan lintas desa, seraya menyebarkan brosur/selebaran yang berisi informasi kegiatan Sosmas PLPBK dengan hiburan pentas seni dan campur sari. Cara ini terbukti efektif menarik massa untuk bisa hadir dalam kegiatan malam itu.
Dari ledang, pentas seni dan campursari—tiga kata yang banyak memberi andil dalam kemeriahan dan kesuksesan kegiatan Sosmas PLPBK. Dengan ledang penonton dari desa maupun luar desa mendapatkan informasi tentang kegiatan Sosmas PLPBK yang diadakan di Desa Kendalrejo, dengan menampilkan hiburan pentas seni dan campursari. Sedangkan pentas seni sendiri mampu menampilkan bakat dari anak-anak desa dalam bidang kesenian, yang tentunya disaksikan banyak orang. Ini bisa membuat bangga orang tua mereka—yang bisa jadi dari golongan warga miskin. Pun demikian dengan campursari. Warga dewasa maupun orang tua bisa terhibur dengan lagu-lagu yang dibawakan oleh biduan setelah sekian lama tidak pernah memperoleh hiburan gratis.
Akhirnya tepat pukul 11 malam, duet penyanyi campursari dengan lagu “Perahu Layar” mengakhiri rangkaian acara Sosmas PLPBK. Kesetiaan penonton yang didominasi oleh ibu-ibu menjadi optimisme bahwa program PLPBK akan diterima oleh masyarakat. Bisa jadi dari kaum perempuan inilah, program PLPBK akan cepat menyebar dan diketahui oleh masyarakat luas, khususnya masyarakat yang tinggal di kawasan sasaran program PLPBK.
Sarana media Sosmas lewat Ledang 
Sosmas dimulai pukul 7 malam berakhir di jam 11 malam. Satu persatu penonton meninggalkan tempat dan pulang ke rumah masing-masing. Semoga esok hari dan pada kegiatan berikutnya, harapan untuk mewujudkan Desa Kendalrejo menjadi kawasan yang tertata rapi, sehat dan asri, benar-benar terbukti. Ini adalah mimpi bagi masyarakat Kendalrejo pada umumnya, dan masyarakat miskin khususnya.
Bisa jadi masyarakat sudah tidak sabar untuk melihat wujud nyata dari pelaksanaan PLPBK. Dimana lingkungan yang selama ini terlihat kumuh, tidak ada saluran air, rumah yang kondisi sudah tidak layak huni, warga miskin yang tidak memiliki jamban pribadi, penerangan jalan di sekitar lingkungan yang gelap, kondisi kiri-kanan jalan tidak tertata rapi, kurangnya ruang terbuka hijau untuk tempat belajar anak-anak, semua akan disulap menjadi kawasan yang tertata rapi, sehat dan asri kelak.
Ucapan terima kasih yang tidak terhingga kami sampaikan kepada warga desa Kendalrejo atas keramahan yang diberikan kepada penonton yang hadir selama kegiatan Sosmas program PLPBK. Semoga keramahan dan kebaikan yang diberikan, mampu mendukung suksesnya pelaksanaan program PLPBK. Dan mohon doa restu agar pelaksanaan program PLPBK di Desa Kendalrejo dapat berjalan dengan baik dan memberi banyak manfaat bagi masyarakat miskin di lokasi sasaran.
Mari bersama kita teriakkan yel-yel untuk PLPBK Desa Kendalrejo, Kec. Srengat, “Ayo Peduli! Ayo Partisipasi! Ayo Bersih!” [Jatim] 


Sumber: http://www.p2kp.org/wartadetil.asp?mid=6422&catid=3&



Sejarah Musik Campursari

Sejarah Musik CampursariSejarah Musik Campursari, untuk saat ini mungkin hanya segelintir orang yang mengetahui jenis musik tradisional salah satunya adalah musik Campursari. Untuk kaum anak muda sepertinya bukan sesuatu hal yang disebut “GAUL” apabila menyukai musik tradisional atau musik khas di Indonesia. Mungkin lebih gaul lagi apabila sebaiknya kita semuanya terutama kaum muda mengenal musik khas atau musik tradisional indonesia. Seperti yang akan kita bahas sekarang, tentang sejarah musik campursari. Oke disimak sob.

Sejarah Musik Campursari

Sejarah musik campursari kita awali dari masyarakat jawa yang sudah mengenal bentuk kesenian kurang lebih 2000-1000 tahun sebelum masehi, yang merupakan akhir dari zaman mezolitikum. Dan apabila kita berbicara tentang kesenian dari jawa, tentu banyak jenisnya. Seperti halnya seni tari, seni musik dan yang lainnya. Salah seorang musikologis asal belanda yang terkenal bernama Jaap Kunst, mengumpulkan bahan untuk karyanya yang mendalam mengenai musik jawa selama akhir tahun 1910 dan 1920-an. Di tahun 1934 ia pulang ke negeri belanda dan menerbitkan dua jilid buku mengenai teori dan teknik musik jawa. Salah satu musik yang berasal dari daerah Jawa adalah musik Campursari. Musik ini merupakan karya anak bangsa. Campursari sempat menundang pro dan kontra dari berbagai kalangan. Ada yang berpendapat bahwa musik campursari dapat merusak tradisi, namun di lain sisi berpendapat bahwa inovasi dalam musik campursari sangat diperlukan agar dapat diterima oleh bebagai kalangan, baik di Indonesia maupun juga dalam tingkat mancanegara.
Sejarah musik campursari berlanjut, campursari berasal dari dua kata yaitu campur dan sari, campur berarti berbaurnya instrumen musik baik dari alat musik tradisional maupun alat musik modern, sedangkan sari dapat berarti eksperimen yang menghasilkan jenis irama yang lain daripada yang lain. Istilah campursari sendiri dikenal di awal tahun 1970-an, saat itu RRI stasiun Surabaya memperkenalkan acara baru, yaitu lagu-lagu yang diiringi oleh alat musik berskala pentatonis dan diatonis. Campursari merupakan salah satu bentuk kesenian jawa dari perkawinan antara musik modern dengan musik etnik. Dalam sejarah musik campusari, musik ini berangkat dari musik keroncong asli langgam, musik campursari masih menggunakan dasar-dasar keroncong. Ada yang cenderung ke musik karawitan dan ada juga yang cenderung ke musik keroncong. Musik campursari pada awalnya dipopulerkan oleh Ki Nartosabdho yang bernama asli Sunarto. Di tahun 1945, Sunarto berkenalan dengan Ki Sastrosabdho, lewat Ki Sastrosabdho, Sunarto mengenal dunia pewayangan. Sunarto kemudian di anugerahi nama belakang Ki Sastrosabdho, yaitu Ki Nartossabdho. Ki Nartosabdho merupakan pembaharu dalam dunia pedalangan di tahun 80-an, ia menggabungkan musik modern dengan musik gamelan sehingga menghasilkan harmoni dengan nuansa tradisi Jawa, namun hal tersebut memicu timbulnya kontroversi.

Sejarah Musik Campursari era Modern

Sejarah musik campursari berlanjut ke era modern, yang dipelopori oleh Manthous yang mempunyai nama asli Anto Sugiyarto. Ia lahir di desa Playen, kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta di tahun 1950. Di tahun 1993 Manthous mendirikan grup musik campursari “Maju Lancar”. Ia mencoba untuk menggabungkan alat musik tradisional jawa klasik seperti kendang, gong dan gender, dengan alat musik keroncong seperti ukulele, cak dan cuk, seruling, bass betot dan alat musik lainnya. Manthous mengawali kesuksesannya dengan munculnya album Campursari Gunung Kidul. Manthous juga pernah mendapatkan berbagai penghargaan, seperti “seniman Inovatif” di tahun 1996 dari PWI cabang Yogyakarta, kemudian Manthous juga pernah mndapatkan penghargaan dalam ajang Panasonic Award dan Ami Sharp Award. Penghargaan terakhirnya ia peroleh di tahun 2001 untuk kategori Artis Tradisional Kontemporer Terbaik serta Album Tradisional Kontemporer Terlaris. Manthous juga pernah menciptakan beberapa lagu yang cukup sukses di pasaran, seperti lagu Kangen yang dibawakan oleh Evie Tamala, Gethuk yang dibawakan oleh Nur Afni Oktavia, dan juga lagu Mbah Dukun yang dinyanyikan oleh Nomo Koeswoyo.
Selain Manthous dalam sejarah musik campursari ada juga nama Didi Kempot yang memiliki nama asli Didi Prasetyo yang lahir di solo tahun 1966. Bersama saudaranya Didi menciptakan lagu seperti Terminal Tirtonadi, Stasiun Balapan, Cucak Rowo dan sebagainya. Pada awalnya lagu-lagu didi tidak mendapatkan respon dari bebagai pihak karena mengusung musik campursari yang berbeda dengan artis campursari seperti Manthous. Namun, pada akhirnya lagu-lagu campursari Didi tidak hanya terkenal di Indonesia melainkan sampai ke Belanda dan Suriname, dan Didi pun menjadi salah satu ikon musik Campursari.

Musik Campursari dan Tradisi

Lalu bagaimana hubungan antara musik campursari dengan tradisi? Dalam sejarah musik campursari, musik campursari merupakan perpaduan antara sebuah tradisi dan inovasi. Pernyataan ini dilihat dari pandangan tradisi, bahwa musik campursari menggunakan alat musik tradisional seperti gamelan dan lain sebagainya, kemudian lirik yang digunakan dalam musik campursari menggunakan bahasa daerah Jawa dan terkadang dapat kita lihat para penyanyinya masih menggunakan pakaian daerah. Dan dari sudut pandang inovasi, terlihat bahwa perpaduan penggunaan alat musik tradisional dengan alat musik modern seperti Keyboard, gitar, bass elektrik dan lain sebagainya menghasilkan satu buah inovasi yang baru. Sehingga bisa dikatakan musik campursari memliki aliran yang khas, yaitu perpaduan antara tradisi dan inovasi.
Dan perlu kita ingat, musik campursari merupakan salah satu aset budaya negara Indonesia, musik campursari memang pernah mengalami kejayaan, namun kini musik campursari memang sedikit dilupakan karena kepopuleran musik modern. Sebagai warga negara Indonesia yang baik, terutama untuk kaum muda jadi tidak ada salahnya kita menjaga dan melestarikan budaya warisan nenek moyang kita, salah satunya adalah musik campursari.
Sumber: http://www.ipangrock.com/sejarah-musik-campursari.html



Nama Manthous Jadi Nama Gedung Serbaguna

Nama Manthous sebagai seniman campursari asal Gunungkidul rencananya akan diabadikan sebagai nama Gedung Serbaguna di Gunungkidul. Kesuksesan Manthous mengangkat campursari sebagai sebuah karya yang dikenal di Indonesia maupun di manca negara menjadi salah satu alasan dipilihnya nama Manthous untuk Gedung Serbaguna tersebut. Rencannya gedung serbaguna yang akan diberi nama Manthous akan dibangun di bekas Pasar Hewan Siyono, Logandeng, Playen, Gunungkidul.
Beberapa komunitas di Gunungkidul pun mengaku menyetujui wacana penggunaan nama Manthous. Seperti Ikatan Keluarga Gunungkidul (IKG) dan Paguyuban Seniman Gunungkidul. Ketua IKG, Benyamin Sudarmadi sebagaimana dikutip dari krjogja.com mengatakan setuju nama Manthous untuk gedung serbaguna.
Kata setuju pun juga muncul dari Ketua Paguyuban Seniman Gunungkidul, Joni Gunawan. “Nama Manthous untuk Gedung serbaguna sangat pas, untuk mempertahankan Gunungkidul sebagai Gudang Seniman yang tersebar hampir di seluruh Indonesia. Nama Manthous ikonnya Gunungkidul dalam Seni Campursari, yang harus kita pertahankan dengan meningkatkan seni,” ujar Joni.
Sumber: http://m.beritajogja.co.id/2013/01/23/nama-manthous-jadi-nama-gedung-serbaguna/



Sindir Tuban: Bergeser Menepi oleh Dangdut dan Campursari

Tuban.maiwanews– Popularitas musik dangdut koplo dan elektone campursari berdampak negatif terhadap seni sindir. Kondisi ini tentu juga berdampak kurang bagus bagi para sindir, seniman sindir. Selain Nganjuk, Tuban, Jawa Timur,  termasuk daerah yang seni sindirnya tumbuh dan berkembang.
Di Kota Tuak ini, sebutan lain untuk Kota Tuban, sindir cukup memasyarakat. Tak jarang seni tradisional itu ditampilkan, terutama di acara warga saat punya jahat pernikahan atau khitanan.
Sebagai seniman sindir, para sindir pun diidolakan. Mereka memiliki penggemar masing-masing. Namun, akhir-akhir ini keberadaan sindir tak semoncer dulu. Sindir saat ini hanya bisa eksis di wilayah pinggiran. Itu pun, di momen-momen tertentu, seperti sedekah bumi.
“Saat ini orang kalau punya hajat lebih suka nanggap dangdut koplo atau elekton daripada sindir,” kata Wantikahi, seorang sindir asal Desa Wolutengah, Kecamatan Kerek, Tuban.

Memang, kalangan muda Tuban, terutama yang di kota , saat ini tak banyak yang mengenal sindir. Mereka lebih mengenal penyanyi dangdut, meski berasal dari luar Tuban dan belum menasional.
Faktor lain penyebab terus menurunnya popularitas sindir adalah keberadaan sindir yang sering diidentikkan dengan wanita penggoda. Image negatif ini sering dijadikan alasan untuk mendeskreditkan para sindir, sehingga kian “dijauhi” penggemarnya.
“Alasan seperti itu saya kira tidak mengandung kebenaran. Kalau dibandingkan dengan goyangan penyanyi dangdut saat ini, para sindir sebenarnya tidak ada apa-apanya. Tapi nyatanya justru dangdut yang lebih populer,” tukas Wantikah..
Itulah  realitas yang harus dihadapi para sindir. Bahkan, diduga karena image negatif itu pula kebanyakan sindir gagal mempertahankan biduk rumah tangganya. Menurut Yuni, sebagian besar sindir memulai karirnya di saat masih lajang.
Setelah menikah -saat sudah menjadi sindir, biasanya permasalahan keluarga muncul. Kebanyakan, permasalahan ini muncul karena sang suami kemudian tidak bisa menerima atau mengerti profesi isterinya sebagai sindir. Ujung-ujungnya, mereka ke Pengadilan Agama untuk memproses perceraian.
“Faktor penyebab perceraian tersebut tak lain rasa cemburu buta (suami) yang berlebihan,” ujar sindir yang masuk kategori termahal di Tuban ini. .
Karena kesan negatif itulah, sindir dan sindir kian tak dikenal. Buntutnya, sindir dan para pangrawit (penabuh gamelan) tak bisa lagi hanya menggantungkan hidup (pendapatan) dari kesenian itu.
Namun, bagi Yuni, sindir tetap dunianya. Karena itu, meski memahami bahwa hambatan yang dihadapi semakin berat, dia bertekad akan terus menekuni dunianya itu. Bahkan, dulu dia rela meninggalkan sekolah hanya sampai kelas dua SMA demi menekuni dunianya itu.
“Seni itu indah. Tak pantas dinodai dengan kepentingan pribadi atau golongan. Apalagi, hanya untuk kepentingan sesaat. Kalaupun ada noda, itu sepenuhnya karena faktor orang per orangnya, bukan pada seninya,” katanya.


Sumber: http://berita.maiwanews.com/isu-dugaan-ijazah-ilegal-bergulir-di-blok-cepu-34132.html




Ciptakan Lagu Tentang Madiun, Didi Kempot Tak Kampanye

SENIMAN Didi Kempot baru saja menunjukkan karya lagunya yang berjudul 'Prapatan Seleko' pada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Pria berusia 46 tahun itu merasa bangga karyanya dapat diterima dengan baik.
"Saya sebagai seniman Jawa, sangat bangga seorang menteri seperti Pak Dahlan bisa menerima karya saya. Dia menerima karya pengamen jalanan seperti saya," ujar Didi pada JPNN saat ditemui di Bogor, Jawa Barat, Minggu (2/3).
Didi menampik bila lagu ini diperuntukkan khusus untuk kampanye. Sebab lagu ini dibuat bukan ditujukan khusus untuk Dahlan, namun untuk masyarakat umum.
"Ini bukan lagu untuk kampanye, itu cara kuno. Karena lagu ini bukan dibuat khusus untuk Pak Dahlan. Lagu ini mengisahkan soal seseorang yang pergi meninggalkan Madiun untuk bekerja dan meninggalkan banyak kisah. Lagu ini enggak jauh dari percintaan. Jadi enggak ada nuansa politiknya," papar dia.
Kenapa kota Madiun yang dipilih? "Kalau kota lain sudah banyak. Jogja, Solo sudah pernah saya buat. Kebetulan kota Madiun belum pernah dibuat. Kebetulan Pak Dahlan berasal dari Madiun, jadi mungkin lagu ini juga dirasakan oleh beliau," jawab Didi.
Lagu berjudul 'Prapatan Seleko' ini mengisahkan tentang kerinduan mendalam akan kampung halaman yang menyimpan banyak kisah. 'Prapatan Seleko' merupakan nama salah satu perempatan jalan di Madiun, Jawa Timur. (chi/jpnn)

Sumber: http://www.jpnn.com/read/2014/03/02/219516/Ciptakan-Lagu-Tentang-Madiun,-Didi-Kempot-Tak-Kampanye-



Dahlan Iskan Jadi Model, Didi Kempot Segera Rilis Album

Dahlan Iskan bersama istrinya, Nafsiah Sabri saat syuting video klip lagu milik Didi Kempot berjudul Prapatan Peleko. Foto: Arwan Mannaungeng/JPNN.comJAKARTA - Penyanyi Campursari, Didi Kempot akan merilis album barunya. Album ini merupakan kompilasi dari lagu-lagu lawas yang sebelumnya sudah populer, seperti lagu berjudul "Balapan Solo".
"Dalam waktu dekat ini. Setelah semuanya rampung, kami akan segera merilisnya," kata Didi kepada JPNN.com, Rabu (5/3).
Salah satu lagu yang akan menghiasi album kompilasi tersebut adalah Prapatan Peleko. Video klip lagu ini sementara tahap penyelesaian.
Dahlan Iskan bersama istrinya, Nafsiah Sabri menjadi model dalam video klipnya. Minggu (2/2) lalu di Bogor, menteri BUMN itu melakukan syuting di sela-sela konvensi capres Partai Demokrat.
Berapa lagu dalam album yang akan dirilis dalam album barunya? "Pokoknya ini akan menjadi kejutan. Kita masih memilih lagunya dan akan diluncurkan bulan ini," kata Didi.
Didi sendiri mengaku bangga dengan Dahlan Iskan. Apalagi bekas Dirut PT PLN itu mau menerima karyanya dan menjadi model dalam lagu yang menceritakan tentang kenangan di Madiun, Jawa Timur.
"Saya sebagai seniman Jawa, sangat bangga seorang menteri seperti Pak Dahlan bisa menerima karya saya. Dia menerima karya pengamen jalanan seperti saya," ujar Didi.
Didi pun menampik bila lagu ini diperuntukkan khusus untuk kampanye. Sebab lagu ini dibuat bukan ditujukan khusus untuk Dahlan, namun untuk masyarakat umum. (awa/jpnn)


Sumber : http://www.jpnn.com/read/2014/03/05/220059/Dahlan-Iskan-Jadi-Model,-Didi-Kempot-Segera-Rilis-Album-



Didi Kempot : Dahlan Iskan Kebanggaan Seniman Campursari

Didi Kempot. Foto: Arwan Mannaungeng/JPNN.comBOGOR - Penyanyi Campursari, Didi Kempot mengaku bangga pada sosok Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Menurutnya, meski kini berstatus sebagai pejabat negara, namun Dahlan tidak malu mau menjadi model dalam video klip lagu berjudul 'Prapatan Seleko'.
Penyanyi yang terkenal lewat lagu Balapan Solo itu mengaku, keinginan Dahlan menjadi model tentu akan mengangkat citra lagu campursari.
"Pak Dahlan kebanggan seniman campursari," kata Didi yang bernama lengkap Didi Prasetyo kepada JPNN di Bogor, Jawa Barat, Minggu (2/3).
Dahlan Iskan menyempat waktunya menjadi model vidoe klip lagu Didi di sela-sela acara Debat Kenegeraan 11 peserta Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat di Puri Begawan, Bogor, Minggu (2/3). Bekas Direktur Utama PT PLN itu bersama istrinya, Nafsiah Sabri.
Didi mengatakan tak ada rencana menjadikan Dahlan sebagai model dalam lagu yang dicipitakannya awal Februari 2014 lalu. Hanya saja ketika berbincang soal musik dan tahun makna dari lagu 'Prapatan Seleko', Didi dan Dahlan akhirnya sepakat.
"Pak Dahlan tertarik, langsung kita syuting," ucapnya. (awa/jpnn)


Sumber:http://www.jpnn.com/read/2014/03/03/219670/Didi-Kempot:-Dahlan-Iskan-Kebanggan-Seniman-Campursari-



Senin, 21 April 2014

Mengenang Ki Nartosabdo Sebagai Pencipta Lagu Jawa


Bagi Kompasianer , seperti Pakde Sakimun dan penulis yang telah berusia lebih dari 55 tahun yang menyukai musik tradisional Jawa pasti mengenal sosok seniman tradisional dan dalang wayang kulit, yakni Ki Nartosabdo yang amat terkenal pada tahun 60 hingga 80an. Kisah hidup Ki Nartosabdo tidak akan penulis kisahkan di sini. 
Salah satu alasan penulis amat tertarik dengan karya Ki Nartosabdo karena hampir seluruh lagu atau tembang ciptaannya senantiasa menggambar suasana kehidupan masyarakat Jawa pedesaan. Berbeda dengan para seniman lainnya, yang kebanyakan masih terpatri pada tembang-tembang macapat karya-karya budayawan keraton, seperti Amangkurat IV.
Tembang-tembang yang cukup monumental di antaranya Lesung Jumengglung, Kembang Glepang, Jago Kluruk, Caping, dan Aja Dipleroki. Tentunya masih ada tembang-tembang yang menarik menurut pembaca. Tembang Jago Kluruk dengan syairnya ( sebagian ) seperti ini :

Malung amalung tumalung jagone kluruk
Sedyane lir celuk-celuk wayahe iki wis sampun esuk……..
Yo ayo …. tangi nuli miwiti nyambut gawe anetepi kuwajibane

Artinya

Berkumandang suara ayam jago berkokok
Bagai mengingatkan sudah pagi hari………..
Marilah segera bangun dan mulai berkarya memenuhi kewajiban

menggambarkan bagaimana suasana pedesaan pada pagi hari dengan kokok ayam jantan dan kicauan burung yang membangun warga untuk segera melaksanakan tugasnya sebagai petani. Sedang tembang Lesung Jumengglung dengan sayirnya yang singkat namun penuh makna

Lesung jumengglung srumimbal-imbalan
Lesung jumengglung manengkar malungkung
Kumandang ngebaki sakjroning padesan
Tok … tok tek tok tok gung tok
Tok … tok tek tok tok gung…

menggambarkan suasana pedesaan saat para tani sedang di sawah di mana para ibu tetap berada di rumah untuk menumbuk padi bersama-sama sehingga suara lesung terpukul mengeluarkan irama yang khas. Keadaan seperti ini tentu saja amat ditemukan sekalipun di pedesaan terpencil. Berdasarkan pengamatan penulis suasana semacam ini, kini hanya ada di Kampung Naga dan Suku Badui.

Demikian juga pada syair tembang Caping menggambarkan kegiatan para tani sedang berkarya di sawahnya.

Caping caping caping capinge
Pancen nyoto si caping paedahe
Para tani makarya ing tengah sawah
Nggaru ngluku macul sarta tandur
Ngayun ayah kudhung caping
Dasar pancen abote tetanen
Wiwit nyebar wiji nganti panen
Mangsa rendheng lan ketiga
Arerukun kudhung caping
Caping caping caping caping…..

Setiap penyair, pencipta lagu, pengarang, dan seniman senantiasa dipengaruhi keadaan jaman saat mereka masih hidup. Maka pada masa kini amat sulit ditemukan seniman yang dapat menggambarkan suasana pedesaan seperti yang digambarkan oleh Beliau.

Sumber: http://hiburan.kompasiana.com/musik/2013/07/30/mengenang-ki-nartosabdo-sebagai-pencipta-lagu-jawa-581000.html




Makna dari Lagu "Gundul-gundul Pacul"

Pasti kenal donk dengan lagu anak-anak jadul 'Gundul-Gundul Pacul' ?? Yups! Lagu yang sering kita nyanyikan waktu masih kecil dulu. Apa lagi kalau liat temen atau orang yang kepalanya plontos alias gundul, langsung dah nyanyi gundul-gundul pacul.

Tembang Jawa ini diciptakan tahun 1400 an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yg dalam dan sangat mulia.


LIRIK DARI LAGU DAERAH JAWA "GUNDUL-GUNDUL PACUL"
Gundul gundul pacul-cul,
gembelengan
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan
Wakul ngglimpang
segane dadi sak latar

Gundul:
adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang.
Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala.
Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.

Sedangkan pacul:
adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat.
Pacul:
adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.

Gundul pacul artinya:
bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas).Artinya bahwa:
kemuliaan seseorang akan sangat tergantung empat hal: bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Gembelengan:
Gembelengan artinya: besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Banyak pemimpin yang lupa bahwa dirinya sesungguhnya mengemban amanah rakyat. Tetapi dia malah:
1. Menggunakan kekuasaannya sebagai kemuliaan dirinya.
2. Menggunakan kedudukannya untuk. berbangga-bangga di antara manusia.
3. Dia menganggap kekuasaan itu karena kepandaiannya.

Nyunggi wakul, gembelengan Nyunggi wakul artinya:
membawa bakul (tempat nasi) di kepalanya.Banyak pemimpin yang lupa bahwa dia mengemban amanah penting membawa bakul dikepalanya.

Wakul adalah:
simbol kesejahteraan rakyat.

Kekayaan negara, sumberdaya,
Pajak adalah isinya. Artinya bahwa kepala yang dia anggap kehormatannya berada di bawah bakul milik rakyat.

Kedudukannya di bawah bakul rakyat.
Siapa yang lebih tinggi kedudukannya, pembawa bakul atau pemilik bakul?

Tentu saja pemilik bakul.
Pembawa bakul hanyalah pembantu si pemiliknya. Dan banyak pemimpin yang masih gembelengan (melenggak lenggokkan kepala dengan sombong dan bermain-main).
Akibatnya;
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar Bakul terguling dan nasinya tumpah ke mana-mana.

Jika pemimpin gembelengan, maka sumber daya akan tumpah ke mana-mana. Dia tak terdistribusi dengan baik. Kesenjangan ada dimana-mana. Nasi yang tumpah di tanah tak akan bisa dimakan lagi karena kotor. Maka gagallah tugasnya mengemban amanah rakyat.


Sumber: http://forum.kompas.com/nasional/207343-makna-dari-lagu-gundul-gundul-pacul.html


Jawara Nyanyi Jawa Ini Juga Waranggana Berprestasi

Jawara Nyanyi Jawa Ini Juga Waranggana BerprestasiWonosari,--Suara emasnya mampu menyatu dengan gamelan jawa. Lagu-lagu jawa dikuasai hingga banyak yang mengapresiasi kemampuannya dalam melantunkan lagu-lagu jawa dan campursari. Polos dan sederhana penampilannya, tetapi mampu menggetarkan jiwa pendengarnya saat ia melantunkan lagu.
Oktavia Kiki Lestari (24) yang dikenal dipanggung hiburan campursari dengan nama Kiky Viani memang mempunyai kwalitas dan power suara yang bagus. Tak pelak, ia berhasil menyabet juara di berbagai festival.
“Tahun 2013 kemarin saya berhasil menjadi juara 1 Festival Waranggana se-Gunungkidul. Pada tahun sebelumnya juga juara 1 dan mendapat Tropy Bupati Bantul dalam Festival Nyanyi Jawa,” katanya, Minggu (20/04/2014).
Rutinitasnya sebagai seorang guru di TK Gari, di dekat rumahnya Desa Gari, Wonosari tidak ditinggalkannya meski banyak tawaran manggung di berbagai acara hajatan. Istri dari Nanang, seorang pegawai di sebuah kantor notaris ini memang pintar membagi waktu antara pengabdiannya sebagai guru honor, mengasuh anaknya Mozza yang masih berumur 11 bulan dan menjalani profesi sebagai penyanyi campur sari.
“Saya mulai naik panggung dan menyanyi sejak kelas III SD, tentu saja kewajiban saya sebagai guru juga menjadi prioritas. Jadi guru juga sebagai kesempatan saya unutk mengabdi kepada bangsa dan negara dengan mencerdaskan anak-anak bangsa,” tutur penyanyi campur sari yang sudah tidak asing lagi di Gunungkidul ini.
Kiky tidak merasa khawatir dengan semakin tergerusnya music campur sari oleh music koplo yang saat ini semakin terkenal.
“Meski terus tergerus oleh music koplo, bagi saya tidak masalah asal sebagai warga Gunungkidul jangan sampai melupakan music campur sari. Campur sari harus tetap diuri-uri jangan sampai musnah,” pungkasnya.
Totalitas dalam menyanyikan lagu-lagu yang kebanyakan lagu jawa dimanapun ia pentas membuat dirinya selalu kebanjiran tawaran. Beberapa orang yang mengenalnya melihat ia adalah seorang penyanyi yang punya kwalitas dan power suara yang luar biasa.
“Saya melihat Mbak Kiky adalah seorang yang polos dan sederhana, tetapi suara dan kemampuannya tidak diragukan lagi,” kata Lidwina, salah satu pengagum suara Kiky.

Sumber: http://sorotgunungkidul.com/berita-gunungkidul-6091-jawara-nyanyi-jawa-ini-juga-waranggana-berprestasi.html



Lagu Bahasa Jawa, Velin Chu Siap Konser di Suriname

Merdeka.com - Meskipun belum populer di tanah air, penyanyi berdarah Tionghoa, Velin Chu sudah diterima di luar negeri. Membawakan lagu bahasa Jawa, Velin justru terkenal di Suriname, Amerika Selatan.
Velin rencananya akan menggelar konser di Suriname pada 27 April 2013. Hingga saat ini tiket konser yang terjual kini sudah mencapai lebih dari 50 ribu tiket.
"Rencananya kita akan menggelar konser di Suriname dan Belanda," ungkap Velin Chu saat berbincang dengan media di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Penyanyi kelahiran Jakarta, 20 September 1987 itu memulai karir dari kontes di sejumlah festival. Keberhasilannya mengantar Velin untuk menapaki karir di negeri Tirai Bambu.
"Kebetulan saya punya single Tresno Sejati yang mempunyai dua versi Jawa dan Indonesia. Juga satu single Shake Shake yang berbahasa Indonesia," akunya berpromosi. (kpl/uji/mae)
Sumber: http://www.merdeka.com/artis/lagu-bahasa-jawa-velin-chu-siap-konser-di-suriname.html


Sabtu, 19 April 2014

Mendengar Campursari, Mengingat Manthous

Mendengar Campursari, Mengingat ManthousSudah lama memang kita tidak mendengar Manthous pentas, karena memang pemusik campursari itu terkena stroke. Namun bukan berarti lagu campursasri hilang dari peredaran. Setiap kali terdengar alunan lagu campursari, meski yang mengalunkan bukan Manthous, tetapi rasanya ingatan kita menunjuk pada Manthous.
Tapi berita mengejutkan datang, Jum’at lalu, termasuk sudah beredar di media jejaring sosial seperti facebook, mengabarkan bahwa Manthous telah tiada. Setelah sekian lama terkena stroke, akhirnya dia pergi ke rumah Tuhan. Para musisi campursari merasa kehialangan atas kepergian Manthous.
Manthous, meski terkenal, dia tetap bersahaja dan bersedia pentas untuk kepentingan bukan komersial. Tahun 2001, Manthous pentas di Tembi Rumah Budaya, dan ditonton oleh banyak orang, sampai-sampai ruang Tembi tidak mampu menampungnya. Banyak penonton yang menikmati pertunjukkan Manthous dari luar kompleks Tembi dan berdiri di jalan raya.
Kenangan 11 tahun yang lalu di Tembi, Manthous seperti tidak ‘hilang dari ingatan’. Seolah, belum lama berlalu dia hadir. Setiap mendengar lagu campursari, selalu yang teringat hanya Manthous. Seolah campursari identik dengan Manthous. Padahal kita tahu, ada banyak penyanyi campursari hadir stelah Manthous.
Mendengar Campursari, Mengingat ManthousAda yang menyebut, Manthous adalah pionir musik campursari. Upaya dia menggabungkan antara pentatonik dan diatonik, kiranya merupakan satu ‘terobosan’ yang ternyata diterima oleh masyarakat, dan pasar musikpun tidak menolaknya. Apalagi, musik campursari bisa ‘diterima’ oleh etnik yang beragam, bukan hanya orang Jawa yang menyenanginya.
Kita layak kagum pada Manthous. Sebab, dari tempatnya di Gunung Kidul, dia bisa melompati ‘jagat musik’ dan tidak ‘memaksakan ’ diri tinggal di Jakarta untuk ikut arus dinamika selebritas. Manthous tetap memilih tinggal di Gunung Kidul, yang jaraknya sekitar 40 Km dari kota Yogyakarta, namun nama Manthous melambung melampui wilayah tempat tinggalnya. Dalam kata lain, orang bisa mengenal nama Manthous, tetapi belum tentu mengenal nama wilayah tempat tinggalnya.
Penampilan Manthouspun sangat khas di panggung. Dia tidak mengenakan kostum yang ‘mewah’ atau glamour, tetapi mengenakan pakaian khas Jawa. Sepertinya Manthous ‘menyelaraskan’ antara lagu dan kostum. Karena itu, melihat pertunjukkan Manthous mengingatkan akan tradisi Jawa.
Kini, Manthous telah tiada. Tapi lagu-lagu campursarinya tetap akan didengarkan oleh penggemarnya. Lagu-lagunya akan terus mengalun dan campursari akan terus hidup. Artinya, Manthous tidak akan dilupakan, walau dia telah tiada. Orang masih bisa mendengar suara Manthous melalui lagu-lagu campursari.
Kita tahu, terobosan Manthous telah menemukan formula musik campursari dan akan terus diikuti oleh generasi yang lebih muda. Kita juga tahu, telah ‘lahir’ Manthous-Manthous muda, dan barangkali lebih terkenal dari Manthous. Tetapi kita tahu, formula musiknya menggunakan formulanya Manthous.
Karena itu, ketika lama Manthous tidak tampil di panggung lantaran menderita stroke, tetapi kalangan musisi campursari seperti tidak mau ‘meninggalkannya’. Artinya, menyebut musik campursari tidak bisa melupakan Manthous.
Dan ketika berita Manthous meninggal beredar. Musik campursari seperti berduka.
Tentu kita berduka kehilangan Manthous dan hanya mampu mengucapkan: Selamat jalan Manthous. Ons Untoro

Sumber :  http://tembi.net/peristiwa-budaya/mendengar-campursari-mengingat-manthous